HUKUM tentang HAK CIPTA
DI
BIDANG MUSIK
Tujuan
dilakukannya penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana bentuk pelanggaran
hak cipta di bidang musik dan lagu dan bagaimana
penegakan hukum terhadap pelanggaran hak cipta di bidang musik dan lagu.
Berdasarkan penelitian hukum normatif disimpulkan bahwa :
1.
Bentuk-bentuk pelanggaran Hak Cipta bidang musik atau lagu yang terjadi di
Indonesia pada umumnya adalah counterfeit dan piracy, sedangkan
unsur-unsurnya antara lain, adalah kesamaan pada pokoknya, kesamaan harfiah,
menyiarkan, mengedarkan dan menjual.
2. Dalam
prakteknya tidak dapat dipungkiri bahwa penegakan hukum hak cipta belum
dilakukan maksimal. Putusan-putusan pengadilan yang ada seolah-olah tidak ada
yang menyentuh dan menghukum pelanggar atau pelaku tindak pidana hak cipta
kelas kakap melainkan adalah terhadap mereka para pedagang kaki lima yang
menjual CD, VCD, DVD bajakan.
A. Latar Belakang Masalah
Penegakan
hukum hak cipta yang dimaksud tidak lain untuk mewujudkan cita-cita hukum yang
terkandung dalam UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Dengan kata lain
dimaksudkan untuk mencapai tujuan perlindungan hak cipta itu sendiri. Tujuan
itu dapat di lihat di dalam konsiderans UU No. 19 Tahun 2002. Apabila tujuan
itu tidak terlaksana, maka ada pihak-pihak tertentu yang mendapatkan kerugian,
berupa kerugian ekonomi maupun kerugian moral. Kerugian ini terjadi akibat
adanya pelanggaran hukum hak cipta.
Pelanggar
hak cipta tidak hanya dapat digugat secara perdata untuk mendapatkan ganti rugi
terhadap apa yang diderita pencipta yang berhak, tetapi juga dapat dituntut
sesuai dengan hukum acara pidana yang berlaku, karena pelanggaran hak cipta
tidak hanya merugikan kepentingan pribadi pencipta, tetapi juga merugikan
kepentingan masyarakat secara keseluruhan.
B. Perumusan Masalah
1. Bagaimanakah bentuk pelanggaran hak cipta di bidang musik dan lagu ?
2. Bagaimanakah penegakan hukum terhadap
pelanggaran hak cipta di bidang musik dan lagu ?
C. Metode Penelitian
Penelitian
ini merupakan penelitian hukum normatif yang merupakan salah satu jenis
penelitian yang dikenal umum dalam kajian ilmu hukum. Pendekatan hukum normatif
dipergunakan dalam usaha menganalisis bahan hukum dengan mengacu kepada
norma-norma hukum yang dituangkan dalam peraturan perundang-undangan dan
putusan pengadilan.
Sebagai salah satu bentuk karya intelektual yang dilindungi dalam HAKI, maka
hak cipta memiliki peranan penting bagi kemajuan suatu bangsa dan negara.
Peranan hak cipta bagi suatu bangsa atau negara dapat berupa upaya mendorong
dan melindungi penciptaan, penyebarluasan hasil karya ilmu, seni, dan sastra
serta teknologi untuk mempercepat pertumbuhan dan kecerdasan kehidupan bangsa
sebagaimana yang diamanatkan dalam UU No. 25 Tahun 2000 pada pembangunan
pendidikan, khususnya program penelitian, peningkatan kapasitas dan
pengembangan kemampuan sumber daya ilmu pengetahuan dan teknologi.
Suatu ciptaan dapat memberi nilai
ekonomis bagi para pencipta dan pemegang izin melalui penjualannya secara
komersial ke pasar. Upaya menghasilkan suatu ciptaan membutuhkan proses waktu,
inspirasi, pemikiran, dana, dan kerja keras sehingga wajar hasil karya para
pencipta harus dilindungi oleh hukum dari setiap bentuk pelanggaran hak cipta
yang amat merugikan para pencipta. Sebaliknya, pada batas-batas tertentu dalam
undang-undang hak cipta, maka hasil ciptaan seseorang dapat dibenarkan diambil
orang lain dengan izin atau tanpa izin pemilik yang bersangkutan. Artinya, ada
“nilai sosial” hak cipta yang dapat diberikan kepada orang lain.
Pada Pasal 12 ayat (1) UU No. 19
Tahun 2002 menentukan ciptaan yang dapat dilindungi ialah ciptaan dalam bidang
ilmu, sastra, dan seni yang meliputi karya :
1. Buku,
program komputer, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua
hasil karya tulis lain,
2. Ceramah, kuliah,
pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu,
3. Alat peraga yang dibuat
untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan,
4. Lagu atau musik
dengan atau tanpa teks,
5. Drama atau drama
musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim,
6. Seni rupa dalam
segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni
pahat, seni patung, kolase dan seni terapan
7. Arsitektur,
8. Peta,
9. Seni batik,
10. Fotografi,
11. Sinematografi, dan
12. Terjemahan, tafsir, saduran,
bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.
Dalam UUHC juga disertakan pengertian
dan penjelasan dari berbagai jenis ciptaan yang telah disebutkan di atas, di
antaranya sebagai berikut :
a.
Susunan perwajahan karya tulis atau typhographycal arrengement, yaitu
aspek seni dan estetika pada susunan dan bentuk penulisan karya tulis. Hal ini
antara lain mencakup format, hiasan, warna dan susunan atau tata letak huruf
yang secara keseluruhan menampilkan wujud yang khas.
b. Ciptaan lain yang sejenis, yaitu
ciptaan-ciptaan yang belum disebutkan, tetapi dapat disamakan dengan ciptaan,
seperti ceramah, kuliah, dan pidato.
c. Alat peraga adalah ciptaan
yang berbentuk dua atau pun tiga dimensi yang berkaitan dengan geografi,
topografi, arsitektur, biologi, atau ilmu pengetahuan lain.
d. Lagu atau musik diartikan sebagai karya yang
bersifat utuh, sekali pun terdiri atas unsur lagu atau melodi; syair atau
lirik, dan aransemennya, termasuk notasi.
e. Gambar, antara lain meliputi: motif, diagram,
sketsa, logo, dan bentuk huruf indah, di mana gambar tersebut dibuat bukan
untuk tujuan desain industri. Kolase diartikan sebagai komposisi artistik yang
dibuat dari berbagai bahan (misalnya dari kain, kertas, dan kayu) yang
ditempelkan pada permukaan gambar.
f. Arsitektur, antara lain meliputi: seni gambar
bangunan, seni gambar miniatur, dan seni gambar maker bangunan.
g. Peta adalah suatu gambaran dari unsur-unsur
alam dan/atau buatan manusia yang berada di atas atau pun di bawah permukaan
bumi yang digambarkan pada suatu bidang datar dengan skala tertentu.
h. Batik yang dibuat secara konvensional
dilindungi dalam undang-undang ini sebagai bentuk ciptaan tersendiri.
Karya-karya tersebut memperoleh perlindungan karena mempunyai nilai seni, baik
pada ciptaan motif, gambar, maupun komposisi warnanya. Pengertian seni batik
juga diterapkan pada karya tradisonal lainnya yang merupakan kekayaan bangsa
Indonesia yang terdapat di berbagai daerah, seperti seni songket, ikat, dan
lain-lain yang dewasa ini terus dikembangkan.
i. Karya sinematografi, yaitu ciptaan yang merupakan
media komunikasi massa gambar bergerak (moving images), antara lain film
dokumenter, film. Man, reportase
atau film cerita yang dibuat dengan skenario, dan
film kartun. Karya ini dibuat dalam pita seluloid, pita video, piringan video,
cakram optik, dan/atau media lain yang memungkinkan untuk dipertunjukkan di
bioskop, di layar lebar, ditayangkan televisi, atau media lainnya.
j. Bunga rampai, meliputi ciptaan dalam bentuk
buku yang berisi kumpulan berbagai karya tulis pilihan; himpunan lagu-lagu pilihan
yang direkam dalam satu kaset, cakram optik, atau media lainnya, serta
komposisi dari berbagai karya tari pilihan.
k. Database diartikan sebagai kompilasi
data dalam bentuk apa pun yang dapat dibaca oleh mesin (komputer) atau dalam
bentuk lain, di mana karena alasan pemilihan atau pengaturan atas isi data itu
merupakan kreasi intelektual. Perlindungan terhadap database diberikan
dengan tidak mengurangi hak pencipta lain yang ciptaannya dimasukkan dalam database
tersebut.
l. Pengalihwujudan adalah
pengubahan.bentuk, misalnya dari bentuk patung menjadi lukisan, cerita roman
menjadi drama, atau film dan lain-lain.
Sebaliknya pada Pasal 13
menentukan pula dianggap tidak ada hak cipta atas suatu :
1. hasil rapat terbuka lembaga-lembaga negara,
2. peraturan perundang-undangan,
3. pidato kenegaraan dan pidato pejabat
pemerintah,
4. putusan pengadilan
atau penetapan hakim, atau (e) keputusan badan arbitrase atau keputusan
badan-badan sejenis lainnya.
Setiap
ciptaan seseorang, kelompok orang ataupun badan hukum dilindungi oleh
undang-undang karena pada ciptaan itu otomatis melekat hak cipta yang
seyogianya harus dihormati oleh orang lain. Perlindungan itu dimaksudkan agar
hak pencipta secara ekonomis dapat dinikmati dengan tenang dan aman mengingat
cukup lamanya diatur undang-undang waktu perlindungan tersebut. Masa berlaku
perlindungan hak cipta secara umum adalah selama hidup pencipta dan terus
berlangsung hingga 50 tahun setelah penciptanya meninggal dunia dimulai sejak
tanggal 1 Januari untuk tahun berikutnya setelah ciptaan tersebut diumumkan,
diketahui oleh umum, diterbitkan, atau setelah penciptanya meninggal dunia.
Setiap
pencipta atau pemegang hak cipta adalah bebas untuk dapat menggunakan hak
ciptanya, akan tetapi undang-undang menentukan pula adanya pembatasan terhadap
penggunaan hak cipta itu. Pembatasan tersebut dimaksudkan, para pencipta dalam
kegiatan kreatif dan inovatifnya tidak melanggar norma-norma atau asas
kepatutan yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, terutama di
negara hukum seperti Indonesia mengingat hasil ciptaan umumnya akan dijual ke
pasar (dalam dan luar negeri) untuk memperoleh keuntungan ekonomis bagi para
pencipta atau pemegang izin guna dapat dinikmati oleh masyarakat luas.
Sudah
ditentukan pembatasan oleh undang-undang, maka kebebasan penggunaan hak cipta
tidak boleh melanggar pembatasan tersebut. Adapun pembatasan penggunaan hak
cipta yang tidak boleh dilanggar dapat dibagi dalam tiga hal.
Pertama, kesusilaan
dan ketertiban umum. Keterbatasan penggunaan hak cipta tidak boleh melanggar
pada kesusilaan dan ketertiban umum. Contoh hak cipta yang melanggar kesusilaan
adalah penggunaan hak untuk mengumumkan atau memperbanyak kalender bergambar
wanita/pria telanjang, kebebasan seks atau pornografi, sedangkan yang termasuk
melanggar ketertiban umum adalah memperbanyak dan menyebarkan buku yang berisi
ajaran yang membolehkan wanita bersuami lebih dari satu (poliandri).
Kedua, fungsi
sosial hak cipta. Kebebasan penggunaan hak cipta tidak boleh meniadakan atau
mengurangi fungsi sosial daripada hak cipta tersebut. Fungsi sosial hak cipta
adalah memberi kesempatan kepada masyarakat luas untuk memanfaatkan ciptaan
seseorang guna kepentingan pendidikan dan ilrnu pengetahuan, bahan pemecahan
masalah, pembelaan perkara di pengadilan, bahan ceramah, akan tetapi harus
disebutkan sumbernya secara lengkap.
Ketiga, pemberian
lisensi wajib. Kebebasan penggunaan hak cipta tidak boleh meniadakan kewenangan
dari negara untuk mewajibkan para pencipta/pemegang hak cipta memberikan
lisensi (compulsory licensing) kepada pihak lain untuk mau menerjemahkan
atau memperbanyak hasil ciptaannya dengan imbalan yang wajar. Pemberian lisensi
wajib didasarkan pada pertimbangan tertentu, yakni bila negara memandang perlu
atau menilai suatu ciptaan sangat penting artinya bagi kehidupan masyarakat dan
negara, misalnya untuk kepentingan pendidikan, pengajaran, ilmu pengetahuan,
penelitian, pertahanan/ keamanan, dan ketertiban yang sangat membutuhkan
pemakaian atas ciptaan tersebut.
Dampak
dari kegiatan tindak pidana hak cipta telah sedemikian besar merugikan pada
tatanan kehidupan bangsa dan negara di bidang ekonomi, hukum dan sosial budaya.
Pada bidang sosial budaya, misalnya dampak semakin maraknya pelanggaran hak
cipta menimbulkan sikap dan pandangan bahwa pembajakan sudah merupakan hal yang
biasa dalam kehidupan masyarakat dan tidak Jagi merupakan tindakan melanggar
undang-undang.8 Pelanggaran hak cipta selama ini Jebih banyak terjadi pada
negara-negara berkembang karena hasil ciptaan dapat memberikan keuntungan
ekonomi yang tidak kecil artinya bagi para pelanggar (pembajak) dengan
memanfaatkan kelemahan sistem pengawasan dan pemantauan tindak pidana hak
cipta. Harus diakui, upaya pencegahan dan penindakan terhadap pelanggaran hak
cipta selama ini belum mampu membuat jera para pembajak untuk tidak mengulangi
perbuatannya, karena upaya penanggulangannya tidak optimal.
Bentuk
pelanggaran hak cipta antara lain berupa pengambilan, pengutipan, perekaman,
perbanyakan, dan pengumuman sebagian atau seluruh ciptaan orang lain dengan
cara apa pun tanpa izin pencipta/pemegang hak cipta, bertentangan dengan
undang-undang atau melanggar perjanjian. Pelanggaran demikian dapat dikenakan
sanksi pdana dalam UU Hak Cipta.
Dilarang
undang-undang artinya undang-undang hak cipta tidak memperkenankan atau
melarang keras perbuatan itu dilakukan oleh orang tidak berhak, karena tiga
hal, yakni (1) merugikan pencipta/pemegang hak cipta, misalnya memfotokopi
sebagian atau seluruhnya hasil ciptaan orang lain kemudian dijual/belikan
kepada masyarakat luas; (2) merugikan kepentingan negara, misalnya mengumumkan
ciptaan bertentangan dengan kebijakan pemerintah di bidang pertahanan dan
keamanan atau; (3) bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan, misalnya
memperbanyak dan menjual video compact disc (vcd) porno yang dapat
merusak mental bangsa.
Pelanggaran
hak cipta dapat dibedakan dua jenis, yakni (1) mengutip sebagian ciptaan orang
lain dan dimasukkan ke dalam ciptaan sendiri seolah-olah ciptaan sendiri atau
mengakui ciptaan orang lain seolah-olah ciptaan sendiri. Perbuatan ini disebut
plagiat atau penjiplakan (plagiarism) yang dapat terjadi antara lain pada karya
cipta berupa buku, lagu dan notasi lagu, dan (2) mengambil ciptaan orang lain
untuk diperbanyak dan diumumkan sebagaimana aslinya tanpa mengubah bentuk isi,
pencipta, dan penerbit/perekam. Perbuatan ini disebut dengan pembajakan yang
banyak dilakukan pada ciptaan berupa buku, rekaman audio/video seperti kaset
lagu dan gambar (vcd), karena menyangkut dengan masalah a commercial scale.
Pembajakan
terhadap karya orang lain seperti buku dan rekaman adalah bentuk dari tindak
pidana hak cipta yang dilarang dalam undang-undang. Pekerjaannya liar,
tersembunyi dan tidak diketahui orang banyak apalagi oleh petugas penegak hukum
dan pajak. Pekerjaan tersembunyi ini dilakukan untuk menghindarkan diri dari penangkapan
oleh pihak kepolisian. Pembajak tidak mungkin menunaikan kewajiban untuk
membayar pajak kepada negara sebagaimana layaknya warga negara yang baik. Oleh
karena itu, pembajakan merupakan salah satu dampak negatif dari kemajuan iptek
di bidang grafika dan elektronika yang dimanfaatkan secara melawan hukum
(illegal) oleh mereka yang ingin mencari keuntungan dengan jalan cepat dan
mudah tanpa mengindahkan hak-hak orang lain dan hukum yang berlaku.
Pembajakan
dapat dibagi ke dalam tiga kategori. Pertama, pembajakan sederhana, di
mana suatu rekaman asli dibuat duplikatnya untuk diperdagangkan tanpa seizin
produser atau pemegang hak yang sah. Rekaman hasil bajakan dikemas sedemikian
rupa, sehingga berbeda dengan kemasan rekaman aslinya. Kedua, rekaman
yang dibuat duplikatnya, kemudian dikemas sedapat mungkin mirip dengan aslinya,
tanpa izin dari pemegang hak ciptanya. Logo dan merek ditiru untuk mengelabui
masyarakat, agar mereka percaya bahwa yang dibeli itu adalah hasil produksi
yang asli. Ketiga, penggandaan perekaman pertunjukkan artis-artis
tertentu tanpa ijin dari artis tersebut atau dari komposer atau tanpa
persetujuan dari produser rekaman yang mengikat artis bersangkutan dalam suatu
perjanjian kontrak.
Ketiga
bentuk reproduksi atau penggandaan tersebut di atas pada umumnya ditemukan
dalam bentuk-bentuk kaset atau compact, walaupun adakalanya ditemukan
dalam bentuk disc.
Selanjutnya
akibat kemajuan teknologi internet, bagi sebagian besar kalangan, kehadiran
teknologi internet berupa teknologi MP3 (Moving Picture Experts Group Layers
3) dan situs seperti Napster sangat mencemaskan. Perkembangan
teknologi internet merupakan ancaman bagi industri rekaman. Artis musik maupun
pelaku bisnis industri rekaman musik dunia menyadari bahwa fenomena Napster tidak
sesederhana seperti yang diperkirakan, merupakan pembajakan rekaman musik yang
rumit tetapi canggih. Ini merupakan kejahatan pada dunia maya (cyber crime).
Pembajakan
hak cipta merupakan suatu pelanggaran. Berdasarkan rumusan Pasal 72 ayat (1),
(2), (3) dan Pasal 73 ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002,
maka unsur-unsur pelanggaran, adalah sebagai berikut :
1. “barang siapa”,
2. “dengan sengaja”,
3. “tanpa hak”,
4. “mengumumkan,
memperbanyak, menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual”,
5.
“hak cipta” dan “hak terkait”.
0 comments :
Post a Comment